Geliat Batik di Daerah Terluar Patut Diapresiasi
Bicara batik atau motif batik di Jawa tentu bukan sesuatu yang sangat spesial. Sebab kita mengenal Yogyakarta, Surakarta atau Solo, Cirebon, Pekalongan, Lasem dan sebagainya.
Bupati Lingga Alias Wello menghadiri Gebyar Batik Lingga 2020 di Emplasmen Timah Dabo Singkep, Kabupaten Lingga Sabtu (22/2/20) malam.Yang disebutkan di atas adalah daerah yang sudah mengenal teknik membatik sejak zaman dahulu. Meski awalnya batik ada yang dikhususkan dipakai untuk kelompok tertentu, sekarang batik sudah menjadi kebutuhan sehari-hari.
Walaupun saya bukan blogger yang terlalu sering jalan-jalan ke suatu daerah untuk menyaksikan event batik atau launching motif batik, saya selalu mencari informasi seputar batik.
Sebenarnya agak malu saya menuliskan artikel ini, namun harus tetap saya tulis. Karena ini tentang geliat batik di daerah yang saya sendiri belum pernah kunjungi.
Saya memang sudah beberapa kali ke Provinsi Kepri, namun belum sempat menginjakkan kaki ke Lingga yang disebut Bunda Tanah Melayu ini.
Pada bulan Juli 2011 silam, ternyata Pemkab Lingga telah mendaftarkan hak paten atas 21 motif batik asli daerah ini ke Kementerian Hukum dan HAM.
Itu lebih dari 10 tahun lalu. Saya tidak menyangka batik begitu membumi bahkan sampai ke daerah daerah terluar.
Saya kutip dari portal kepri.antaranews.com, motif yang dipatenkan diantaranya Kampuk Manggis, Bunga Skak, Itik Pulang Petang, Melati, Kapak Leman dan Bintang-bintang.
Menurut Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lingga kala itu, Jabar Ali, semua motif yang dipatenkan merupakan karya pembatik lokal.
Saya merasa ikut bangga tatkala membaca berita itu, di mana motif yang diajukan ke Kemenkum HAM sangat kental dengan nuansa Melayu Lingga dan budaya setempat.
Selama saya berkecimpung dalam dunia batik sebagai penggemar, kesan lokal yang ditampilkan motif batik di Indonesia semakin menguatkan ikatan antara batik dan bangsa ini.
Pantas saja, ketika ada yang mencoba mengklaim batik, maka masyarakat Indonesia langsung bereaksi.
Pemkab Lingga juga telah berupaya agar motif batik lokalnya bisa dikenal di luar. Istilahnya bukan motif jago kandang. Dan saya terkesan dengan cara yang dilakukan oleh Pemkab Lingga, dengan mengikuti pameran di dalam dan luar negeri.
Posisi Lingga di Provinsi Kepri yang berdekatan dengan Malaysia dan Singapura tentu memungkinkan motif batiknya berpeluang dikenal di negara tetangga tersebut. Apalagi Lingga juga menjadi destinasi wisata.
Nah, pasti kalian kagum seperti saya. Dabo Singkep tak hanya dikenal dengan timahnya, namun sekarang juga aktif mengembangkan batik lokalnya.
Bukan hanya Pemkab Lingga, Pemprov Kepri, kata Jabar Ali, juga turut memberikan bantuan dengan mendatangkan ahli dan pakar batik. Merekalah yang memberikan pelatihan kapada para pembatik di Lingga.
Saya membayangkan saat ini tentu motif batik di Lingga semakin beragam. Satu yang menjadi keinginan saya, jika suatu hari ada kesempatan ke Kepri, saya harus bisa bertandang ke Lingga. ***
0 Response to "Geliat Batik di Daerah Terluar Patut Diapresiasi "
Post a Comment