Enak Dimakan, Elok Dikenakan, Itulah (Batik) Gonggong Tanjungpinang
Sesekali bertandanglah ke Provinsi Kepulauan Riau. Provinsi ke- 33 di Indonesia ini beribu kota di Tanjungpinang,. Jadi jika ada yang beranggapan kalau ibu kota Provinsi Kepulauan Riau di Batam adalah salah besar.
Jarak dari Tanjungpinang ke Batam masih satu jam perjalanan kapal laut. Namun kali ini saya nggak ingin mengupas tentang perjalanan ke Batam atau Tanjungpinang, melainkan tentang batik tradisionalnya yang bermotif Gonggong.
Hehe, jika menyebut gonggong pasti terbersit hewan laut yang selalu diincar traveller saat mengunjungi Tanjungpinang.
Laevistrombus canarium atau yang dikenal dengan nama Siput Laut Gonggong adalah hewan laut jenis kerang-kerangan dengan cangkang halus yang berbentuk gasing oval. yang dinikmati adalah dagingnya, bukan kulitnya ya (tertawa sendiri).
Kabarnya, hewan laut yang rasanya lezat ini hanya ada di Kepulauan Riau. Jangan heran jika menjumpai warung seafood dengan salah satu menunya Gonggong. Pada umumnya daging gonggong hanya dinikmati dengan cara dicelupkan atau dicocol ke dalam sambal lalu disantap.
Keunikan menyantap gonggong ialah teknik mengeluarkan dagingnya dari rumah cangkangnya. Disediakan tusuk gigi. Tancapkan saja ujungnya ke bagian daging gonggong lalu tarik.
Padahal gonggong sudah dikenal lama oleh masyarakat nelayan setempat. Bukan barang mewah bagi nelayan. Namanya juga dari dahulu tidak berubah. Namun dengan pintarnya Pak Effiyaar dan sahabatnya Onni Kay kemudian mengembangkan Batik Gonggong.
Dengan mengenakan batik gonggong, orang bisa langsung menebak itu batik khas Tanjungpinang. Sengaja menyadur bentuk cangkang gonggong, Pak Efiyar tidak banyak mengubah bentuknya. Ia hanya memperindahnya dengan cara menambahkan ornamen lain, namun bentuk utuh kulit gonggognya masih dengan jelas terlihat di permukaan kain batiknya.
Apa yang melatarbelakangi Pak Efiyar menciptakan batik motif gonggong salah satunya melihat banykanya turis, baik domestik atau mancanegara yang mengunjungi Pulau Bintan. Namun mereka kesulitan mendapatkan cinderamata yang bisa dibawa balik ke kempung asalnya.
Pak Efiyar menginginkan oleh-oleh yang tak cepat habis. Kalau makanan akan habis, namun jika batik, bisa dipakai dan saat mengenakannya orang akan mengenang Kota Tanjungpinang.
Pada 2010, Pak Efiyar mulai mencermati gonggong lalu menuangkannya ke dalam coretan. Oha, ya, Pak Efiyar adalah pejabat di Kota Tanjungpinang yang juga seniman. Agar tidak kaku hanya bentuk gonggong, dimodifikasilah dengan ornamen lainnya.
Soal desain memang jagonya pejabat yang satu ini. Pak Efiyar dikenal kretaif. Buktinya ia juga yang memopulerkan Tanjungpinang Kampong Kite. Yang pernah ke Gedung Gonggong Tepi Laut biasanya berfoto di dekan tulisan ini.
Alasannya karena kualitas air di Tanjungpinang kurang memungkinkan untuk proses membatik. Air di kota berjuluk Kota Gurindam ini mengandung bauksit dan biji aluminium. Itulah sebabnya Batik Gonggong diproduksi di Pekalongan, Jawa Tengah.
Pak Efiyar bukannya tak pernah mencoba. Bahkan sampai beberapa kali mencoba memproduksi batik gonggong di Tanjungpinang, namun selalu tak berhasil atau hasilnya kurang memuaskan.
Batik Gonggong sendiri diluncurkan untuk publik pada saat kegiatan Pekan Ekonomi Kreatif Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Tanjung Pinang tahun 2010. Sebulan sebelumnya, Pak Efiyar dan Oni Kay sudah membuka gerai Selaras untuk menjual Batik Gonggong.
Meski diproduksi di Pekalongan, Batik Gonggong hanya boleh dijual di gerainya yang ada di Tanjungpinang. Saat ini Batik Gonggong bisa dibeli di Toko Lawana, Batu 8 Atas, Tanjungpinang. Sekadar informasi, Pak Efiyar sudah mengantongi hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM sejak Oktober 2011.
Sejak pertama diluncurkan hingga hari ini Batik Gonggong memiliki puluhan variasi. Diantaranya gonggong julur kacang, gonggong beriring, kuntum kemuning, awan larat kuntum gonggong, ketam atau kepiting dan pucuk rebung. Harga yang ditawarkan dari puluhan hingga ratusan ribu.
Batik ini sangat populer, sehingga menjadi oleh-oleh pejabat yang tengah bertugas beberapa hari di Tanjungpinang. Memberikan oleh-oleh Batik Gonggong sudah dianggap hal yang lumrah sehingga keberadaan batik ini pun dikenal luas.
Batik Gonggong juga salah satu motif batik yang digunakan di produk mesin cuci sebuah merek luar negeri dan dijual di Indonesia.
Untuk melestarikannya, pemerintah pun memberikan dukungan. Sebagai contohnya ada sebuah SMP di Kota Batam yang mengajarkan siswanya membuat Batik Gonggong dalam mata pelajaran Seni dan Budaya. Proses pembuatan Batik Gonggong dinilai dapat menjadi wadah dalam menanamkan nilai-nilai karakter. ***
Sumber foto: Instagram.com/batikgonggonglawana
Jarak dari Tanjungpinang ke Batam masih satu jam perjalanan kapal laut. Namun kali ini saya nggak ingin mengupas tentang perjalanan ke Batam atau Tanjungpinang, melainkan tentang batik tradisionalnya yang bermotif Gonggong.
Hehe, jika menyebut gonggong pasti terbersit hewan laut yang selalu diincar traveller saat mengunjungi Tanjungpinang.
Laevistrombus canarium atau yang dikenal dengan nama Siput Laut Gonggong adalah hewan laut jenis kerang-kerangan dengan cangkang halus yang berbentuk gasing oval. yang dinikmati adalah dagingnya, bukan kulitnya ya (tertawa sendiri).
Kabarnya, hewan laut yang rasanya lezat ini hanya ada di Kepulauan Riau. Jangan heran jika menjumpai warung seafood dengan salah satu menunya Gonggong. Pada umumnya daging gonggong hanya dinikmati dengan cara dicelupkan atau dicocol ke dalam sambal lalu disantap.
Keunikan menyantap gonggong ialah teknik mengeluarkan dagingnya dari rumah cangkangnya. Disediakan tusuk gigi. Tancapkan saja ujungnya ke bagian daging gonggong lalu tarik.
Batik Gonggong dan Kearifan Lokal
Menurut saya inilah hebatnya Pak Effiyar M Amin (almarhum) mampu mewujudkan bentuk gonggong ke dalam karya motif batik. Dengan hanya gonggong yang terdapat di Kepri dan menjadikannya motif, beliau sukses membawa kearifan lokal ke dalam bentuk seni lain.Padahal gonggong sudah dikenal lama oleh masyarakat nelayan setempat. Bukan barang mewah bagi nelayan. Namanya juga dari dahulu tidak berubah. Namun dengan pintarnya Pak Effiyaar dan sahabatnya Onni Kay kemudian mengembangkan Batik Gonggong.
Dengan mengenakan batik gonggong, orang bisa langsung menebak itu batik khas Tanjungpinang. Sengaja menyadur bentuk cangkang gonggong, Pak Efiyar tidak banyak mengubah bentuknya. Ia hanya memperindahnya dengan cara menambahkan ornamen lain, namun bentuk utuh kulit gonggognya masih dengan jelas terlihat di permukaan kain batiknya.
Kota Kunjungan Turis
Apa yang melatarbelakangi Pak Efiyar menciptakan batik motif gonggong salah satunya melihat banykanya turis, baik domestik atau mancanegara yang mengunjungi Pulau Bintan. Namun mereka kesulitan mendapatkan cinderamata yang bisa dibawa balik ke kempung asalnya.
Pak Efiyar menginginkan oleh-oleh yang tak cepat habis. Kalau makanan akan habis, namun jika batik, bisa dipakai dan saat mengenakannya orang akan mengenang Kota Tanjungpinang.
Pada 2010, Pak Efiyar mulai mencermati gonggong lalu menuangkannya ke dalam coretan. Oha, ya, Pak Efiyar adalah pejabat di Kota Tanjungpinang yang juga seniman. Agar tidak kaku hanya bentuk gonggong, dimodifikasilah dengan ornamen lainnya.
Soal desain memang jagonya pejabat yang satu ini. Pak Efiyar dikenal kretaif. Buktinya ia juga yang memopulerkan Tanjungpinang Kampong Kite. Yang pernah ke Gedung Gonggong Tepi Laut biasanya berfoto di dekan tulisan ini.
Diproduksi di Pekalongan
Pernah belajar membatik ke Jawa, teknik membatiknya juga menguasai, namun ternyata ada kendala mengapa Batik Gonggong tak diproduksi di Tanjungpinang. Ia harus dibuat di Pekalongan yang memang kotanya batik.Alasannya karena kualitas air di Tanjungpinang kurang memungkinkan untuk proses membatik. Air di kota berjuluk Kota Gurindam ini mengandung bauksit dan biji aluminium. Itulah sebabnya Batik Gonggong diproduksi di Pekalongan, Jawa Tengah.
Pak Efiyar bukannya tak pernah mencoba. Bahkan sampai beberapa kali mencoba memproduksi batik gonggong di Tanjungpinang, namun selalu tak berhasil atau hasilnya kurang memuaskan.
Batik Gonggong sendiri diluncurkan untuk publik pada saat kegiatan Pekan Ekonomi Kreatif Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Tanjung Pinang tahun 2010. Sebulan sebelumnya, Pak Efiyar dan Oni Kay sudah membuka gerai Selaras untuk menjual Batik Gonggong.
Meski diproduksi di Pekalongan, Batik Gonggong hanya boleh dijual di gerainya yang ada di Tanjungpinang. Saat ini Batik Gonggong bisa dibeli di Toko Lawana, Batu 8 Atas, Tanjungpinang. Sekadar informasi, Pak Efiyar sudah mengantongi hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM sejak Oktober 2011.
Puluhan Motif
Sejak pertama diluncurkan hingga hari ini Batik Gonggong memiliki puluhan variasi. Diantaranya gonggong julur kacang, gonggong beriring, kuntum kemuning, awan larat kuntum gonggong, ketam atau kepiting dan pucuk rebung. Harga yang ditawarkan dari puluhan hingga ratusan ribu.
Batik ini sangat populer, sehingga menjadi oleh-oleh pejabat yang tengah bertugas beberapa hari di Tanjungpinang. Memberikan oleh-oleh Batik Gonggong sudah dianggap hal yang lumrah sehingga keberadaan batik ini pun dikenal luas.
Batik Gonggong juga salah satu motif batik yang digunakan di produk mesin cuci sebuah merek luar negeri dan dijual di Indonesia.
Untuk melestarikannya, pemerintah pun memberikan dukungan. Sebagai contohnya ada sebuah SMP di Kota Batam yang mengajarkan siswanya membuat Batik Gonggong dalam mata pelajaran Seni dan Budaya. Proses pembuatan Batik Gonggong dinilai dapat menjadi wadah dalam menanamkan nilai-nilai karakter. ***
Sumber foto: Instagram.com/batikgonggonglawana
0 Response to "Enak Dimakan, Elok Dikenakan, Itulah (Batik) Gonggong Tanjungpinang"
Post a Comment